a Menghormati: merupakan kewajiban negara untuk tidak turut campur mengatur warga negaranya ketika melaksanakan hak-haknya. Dalam hal ini, negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat pemenuhan dari seluruh hak asasi. b.Melindungi: merupakan kewajiban negara agar bertindak aktif bagi warga negaranya.
Denganmenggunakan pendekatan tafsir tematik (maudhu'i) model eksplorasi lintas ayat diperoleh kesimpulan bahwa nusyuz merupakan tindakan pengabaian terhadap kewajiban suami-istri yang
11. Latar Belakang. Kesadaran masyarakat Indonesia tentang pentingnya hak asasi manusia kian meningkat, namun dibanding dengan negara-negara maju dalam mengembangkan kesadaran tentang hak-hak itu tentu masih jauh ketinggalan. Tetapi sesungguhnya ketertinggalan itu tidaklah sedemikian parahnya. Seperti dibentuknya Komisi Nasional Hak-hak Asasi
ArtikelTerkait. Jelaskan Macam-Macam Hak Asasi Manusia (HAM) Geograpik - Kewajiban secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, kewajiban asasi dapat diartikan sebagai kewajiban dasar setiap manusia. Ketentuan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999
hukumuntuk menerima kewajiban membuat laporan penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia yang terkandung dalam instrumen hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi tersebut kepada badan PBB yang terkait. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Mekanisme pengaduan dan pelaporan terhadap pelanggaran hak asasi manusia
Kejadi an penderaan dan pengabaian warga tua juga merupakan masalah yang. wujud di hampir semua negara di dunia sebagaimana kes penderaan kanak-kanak. dan juga wanita. 7 Terdapat kes-kes yang di laporkan yang mana menunjukkan. terdapat warga tua yang di abaikan atau di cederakan sehingga ada yang meninggal.
Babini menganalisis pendapat yang menyatakan telah terjadi "defisit demokrasi" di WTO. Adanya defisit memunculkan sangsi terhadap legitimasi dan keragu-raguanan terhadap cita-cita yang hendak dicapai oleh segala aturan main WTO. Pertama-tama, bab
Berikutini, adalah beberapa bentuk pengabaian terhadap anak yang sering terjadi: Ketika anak sedang sakit, maka orangtua hanya menyerahkan anak pada pengasuhnya untuk dirawat, atau meminta pada pengasuhnya untuk membawa anak ke dokter. Padahal, salah satu hal yang sangat dibutuhkan anak saat sedang sakit adalah perhatian dari orangtuanya.
Malaysia Hasil kajian mendapati bahawa pengabaian kanak-kanak merupakan satu perlanggaran terhadap tanggungjawab yang diamanahkan kepada ibu bapa atau penjaga dalam melindungi kanak-kanak. Antara jaminan menurut hukum syarak terhadap hak kanak-kanak daripada diabaikan seperti hadanah, penyusuan, nafkah, harta pusaka, perwalian dan nasab.
Sudahsemestinya negara berkewajiban untuk menegakkan hak asasi manusia, menjadi pihak yang pertama yang wajib melindungi hak asasi manusia rakyatnya, terutama rakyat yang rentan dan lemah posisinya, baik fisik maupun kedudukan dalam ekonomi, sosial, budaya, dan politik, antara lain orang miskin, perempuan, anak-anak, dan juga minoritas.
UgL1PI. Humans are creatures who have desires or desires within themselves. Marriage is one of the desires and obligations of a human being which is a command from Allah SWT. Marriage has a goal, namely to build a sakinah mawaddah warrahmah family, to make it happen, knowledge and commitment of husband and wife are needed in carrying out their respective rights and obligations. However, in reality there are still many husbands and wives who ignore their rights and obligations and ultimately lead to domestic violence. The purpose of this study is to find out how the impact of neglecting the rights and obligations of husband and wife on domestic violence and to find out the law of neglecting the rights and obligations of husband and wife according to Islamic law and law. This study uses a qualitative method through a descriptive approach. Data collection techniques were obtained from the results of interviews and document studies. The results of this study indicate that the factors and impacts of neglecting the rights and obligations of husband and wife on domestic violence are as follows 1 Communication factor, lack of communication between husband and wife, causing difficulties in establishing cooperation between the two. 2 Economic factors, lack of a husband's sense of responsibility in terms of providing a living, so that the wife has to earn her own money and does not depend on her husband. 3 Social factors, there are no social boundaries between husband and wife so that the rights and obligations in the household are not fulfilled. Keywords Impact of Neglect, Rights and Obligations, Husband and Wife, Domestic Violence. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 216 Volume 5 Nomor 2 2023 Perceraian Era Pandemi Covid-19 Analisis Meningkatnya Perceraian di Kota Tangerang Madhori1, Tasya Ramadhini2, Fakhry Afifurrahman3, Isra Islamiyah4, Ridho Bayu Samudra5, Toddy Aditya6 1,2,3,4,5,6 Prodi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Tangerang, Indonesia. ABSTRACT. During the COVID-19 pandemic, divorce cases in the city of Tangerang experienced an increase. In particular, this paper aims to identify how high divorce cases occurred during the pandemic, but also to analyze the factors/conditions that led to an increase in divorce cases based on the results of religious court decisions regarding divorce. This study uses a qualitative approach with a descriptive analytical approach that utilizes data sourced from scientific articles in Google Scholar, Garuda, Sinta and journals managed by various institutions. The understanding of divorce in marriage according to the Islamic point of view is the last door when there is no way out to solve problems that occur in the household. And in article 39 of the marriage law it is explained that divorce can only be carried out in front of a court session and not with a court decision. The divorce rate in Tangerang City throughout 2021 is 3,545 cases. This figure has increased by about 14 percent compared to 2020 with 3,041 cases. In 2020 the highest cause of divorce is economic with 6,001 cases, and in 2021 the highest cause of divorce is disputes and quarrels with 2,026 cases. This increase in divorce certainly results in several impacts, such as psychological weakness in children, traumatic events, changes in roles and status, to difficulty adjusting. The government needs to pay special attention to increasing divorce cases by optimizing mediation by religious courts. Keywords Divorce, Covid-19, Tangerang City ABSTRAK. Pada masa pandemi covid-19 kasus perceraian di kota Tangerang mengalami peningkatan. Secara khusus tulisan ini selain bertujuan mengidentifikasi seberapa tingginya kasus perceraian yang terjadi selama pandemi, juga menganalisis faktor/kondisi yang menyebabkan peningkatan kasus perceraian yang terjadi berdasarkan hasil putusan pengadilan agama tentang perceraian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis yang memanfaatkan data bersumber dari artikel ilmiah dalam Google Scholar, Garuda, Sinta dan jurnal yang dikelola oleh berbagai institusi. Pengertian dari perceraian dalam pernikahan menurut sudut pandang Islam merupakan pintu terakhir ketika tidak ada jalan keluar menyelesaikan problem yang terjadi dalam rumah tangga. Serta dalam pasal 39 undang-undang perkawinan dijelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan dan bukan dengan putusan Pengadilan. Tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak perkara. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah perkara. Pada tahun 2020 penyebab perceraian tertinggi ialah ekonomi sebanyak perkara, dan di tahun 2021 penyebab perceraian tertinggi ialah perselisihan dan pertengkaran sebanyak perkara. Peningkatan perceraian ini tentu mengakibatkan beberapa dampak seperti lemahnya psikologis pada anak, terjadinya traumatik, perubahan peran dan status hingga sulitnya penyesuaian diri. Pemerintah perlu memberi perhatian khusus dalam peningkatan kasus perceraian dengan mengoptimalkan mediasi oleh pengadilan agama. As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 217 Volume 5 Nomor 2 2023 Kata kunci Perceraian, Covid-19, Kota Tangerang PENDAHULUAN Di masa pandemi covid 19 kasus perceraian di tangerang mengalami peningkatan yang signifikan. faktor ekonomi yang mengalami penurunan berdampak pada perubahan sistem ekonomi rumah tangga, baik dalam hal pemasukan maupun pengeluaran. Pengadilan Agama PA Tangerang mencatat, tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak perkara. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah perkara Rianti, 2022. Yuni, 2021 melihat bahwa dampak pandemi Covid - 19 dan Penerapan PPKM terhadap ketahanan keluarga sangat dirasakan. Tingkat stres masing-masing keluarga dengan adanya PHK, pengurangan penghasilan, secara daring yang menyebabkan kejemuan pada anak-anak serta para orang tua, terutama seorang ibu yang hanya penting berkaitan dengan urusan rumah tangga harus berperan sebagai seorang guru, dan kebersamaan di rumah yang terlalu lama juga dapat menimbulkan stres bagi semua anggota keluarga. Selain itu, ketidaksiapan pasangan dalam membina rumah tangga juga menjadi penyebab terjadinya perceraian di era pandemi saat ini. Literatur terdahulu tentang meningkatnya perceraian di era pandemic memiliki tiga pembahasan utama. Pertama, studi yang melihat perceraian di era pandemic terjadi karena faktor ekonomi, poligami, kekerasan dalam rumah tangga, dan konflik internal Imaduddin, 2021. Kedua, studi yang melihat meningkatnya perceraian di era pandemic disebabkan banyaknya para pekerja yang terkena PHK, hal tersebut kemudian menimbulkan problem ekonomi pada rumah tangga Anisa, 2021. Ketiga, studi yang melihat kurangnya interaksi dan komunikasi yang menjadi faktor penyebab perceraian Ramadhani & Nurwati, 2021. Dari ketiga kecenderungan di atas, perceraian dianalisis sebagai fenomena sosial yang bermuara kepada problem ekonomi. Tujuan artikel ini berusaha melihat kasus perceraian di era pandemic berdasarkan hasil putusan pengadilan agama tentang perceraian. Pada dasarnya data dari pengadilan agama sangatlah penting sebagai bukti kepada masyarakat atas meningkatnya kasus perceraian. Secara khusus tulisan ini selain bertujuan mengidentifikasi seberapa tingginya kasus perceraian yang terjadi selama pandemi, juga menganalisis faktor/kondisi yang menyebabkan peningkatan kasus perceraian yang terjadi. Jawaban atas dua tujuan tersebut memungkinkan dipahaminya bagaimana kasus perceraian selama pandemic bisa meningkat dengan signifikan. Peningkatan kasus perceraian selama pandemic disebabkan oleh kondisi/faktor yang kompleks, tidak hanya internal tetapi juga dapat terjadi karena faktor eksternal. Faktor internal Keterbatasan ekonomi menjadi salah satu sumber perceraian, permasalahan tersebut bermula karena kepala keluarga yang tidak maksimal dalam As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 218 Volume 5 Nomor 2 2023 memberikan nafkah lahir kepada istri, Ketidakmampuan dalam berinovasi dan mencari peluang usaha juga merupakan faktor bagaiamana kesulitan ekonomi bisa terjadi. Selain itu, pasangan yang tidak mampu menjalani peran sehingga tidak dapat mencapai tujuan rumah tangga yang telah mereka sepakati menyebabkan tidak adanya keharmonisan interaksi dan komunikasi antar pasangan hingga menyebabkan pertikaian dan ungkapan-ungkapan kasar yang dilontarkan pasangan, sehingga sebuah pernikahan harus berujung dengan perceraian. Faktor eksternal adanya pihak ketiga seperti campur tangan keluarga dalam setiap permasalahan rumah tangga ataupun terjadinya perselingkuhan dari salah satu pihak dalam rumah tangga tersebut. Provokasi hingga pengaruh dari orang lain seperti tetangga maupun lingkup pertemanan juga dapat memecahkan hubungan rumah tangga sehingga berujung pada perceraian. Dengan demikian, kasus perceraian yang meningkat selama pandemic selain faktor ekonomi, juga adanya ketidaksiapan dan lemahnya ketahanan dalam berkeluarga. Selain itu faktor lainnya bersumber dari lingkungan luar seperti lingkup keluarga maupun lingkup sosialnya. TINJAUAN LITERATUR Perceraian Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “cerai” dimaknai dengan pisah atau putusnya hubungan sebagai suami-istri. Sehingga “perceraian” merupakan kata yang merujuk kepada keadaan dari makna kata “cerai” tersebut. Sehingga dapat dipahami bahwa dalam sebuah perceraian, yang putus itu hanyalah hubungan sebagai suami dan istri,oleh karena itu keduanya tidak dibolehkan lagi bergaul layaknya suami dan istri pada umumnya Alghifari et al., 2020. Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami isteri tidak ditemukannya lagi keharmonisan dalam perkawinan Rahmatia, 2019. Menurut Mel Kranttzler 1973, perceraian adalah berakhirnya hubungan antara dua orang yang pernah hidup bersama sebagai suami istri Sahlan, 2012..Menurut salah satu ahli hukum yaitu Martiman Propodjohamidjojo, perceraian mengandung arti putusnya suatu perkawinan yang sah didepan hakim pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang Latifah Ratnawaty, 2013. Faktor penyebab perceraian di masa pandemi ini karena terjadi konflik dan perselisihan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh pertengkaran/perselisihan dan permasalahan ekonomi karena banyak pekerja yang di PHK secara mendadak, sehingga keuangan keluarga menjadi tidak stabil. Mayoritas istri mengungkapkan bahwa alasan utama yang melatar belakangi terjadinya perceraian yaitu faktor ekonomi dikarenakan Suami tidak mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar keluarga dikarenakan jumlah pendapatan yang kurang muncukupi. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan interaksi dan komunikasi yang baik di tengah persoalan atau konflik yang menimpa pasangan suami istri untuk mencegah terjadinya perceraian serta suami istri harus dalam satu frekuensi saat menyelesaikan masalah supaya tercipta keharmonisan dalam keluarga.Ramadhani & Nurwati, 2021 faktor-faktor yang mengakibatkan perceraian dalam rumah tangga antara As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 219 Volume 5 Nomor 2 2023 lain yakni Fakor usia muda, faktor ekonomi, faktor belum memiliki keturunan dan faktor suami sering berlaku kasar menjadi penyebab terjadinya perceraian .Matondang, 2014 faktor keuangan yang tidak mencukupi menempati urutan tertinggi, yang menyebabkan pertengkaran yang terus-menerus dan tidak ada harapan hidup rukun lagi. Siburian, 2019 penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga KDRT, perselingkuhan, dan sebagainya, sejatinya hanya merupakan pemicu, namun yang paling mendasar sebagai penyebab perceraian adalah tidak adanya komitmen antar masing-masing pasangan dalam mencapai tujuan perkawinan Prianto et al., 2014. Dampak yang akan timbul dari perceraian diantaranya terjadinya perasaan traumatik, masalah pengasuhan anak, gangguan emosional dan perubahan status dan peran. Garwan et al., 2018 Anak adalah orang yang paling merasakan dampak dari perceraian orangtuanya. bahkan orang tua memilih untuk bercerai, maka anak adalah korban pertama yang akan merasakan dampak secara psikologis.Ismiati, 2018Dampak perceraian orang tua dalam kehidupan sosial anak adalah kenakalan remaja, stress, phobia, sedih dan bingung menghadapi masalah yang ada, tidak mampu mengungkapkan perasaan, adanya perasaan kehilangan orang tua, daya imajinatif berkurang, kurang percaya terhadap pasangan bagi yang dewasa, dan kurang percaya diri baik dilingkungan sekolah maupun tempat tinggalnya. Ariani, 2019. Pandemi Covid - 19 World Health Organization WHO menjelaskan bahwa Coronaviruses Cov adalah virus yang menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona adalah zoonotic yang artinya ditularkan antara hewan dan manusia Ferdi, 2020. Sejak awal tahun 2020 dunia digemparkan oleh kehadiran virus covid-19 Corona virus disease, Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang baru di temukan belum lama ini. Kehadiran virus ini mengakibatkan melemahnya aktivitas berbagai sektor perekonomian. Di indonesia sendiri tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan ekonomi sangat tidak stabil. Pembatasan sosial berskala besar secara tidak langsung membatasi pelaksanaan aktivitas perekonomian di masyarakat. kehadiran covid-19 ini merubah tatanan kehidupan dalam aspek global maupun nasional Dwina, 2020. Penyebaran virus ini yang begitu cepat mengakibatkan terjadinya masalah sosial dan ekonomi yang terjadi hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia hampir seluruh wilayah terdampak pada perubahan sosial dan ekonominya Azimah et al., 2020. Pandemi Coronavirus disease 2019 COVID-19 telah berlangsung sejak Maret 2020 hingga saat ini dalam perjalanannya sebagai patogen, SARS-CoV-2 sudah mengalami beberapa mutasi menjadi berbagai varian yang menjadi perhatian Indonesia maupun dunia. Dan Tim teknis WHO yang bertugas memantau perkembangan covid menetapkan mutasi varian sebagai berikut 1 Varian alpha, 2 Beta, 3 gamma, 4 varian delta, dan 5 varian omnicorn. Tabel 1 Grafik Angka Covid - 19 As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 220 Volume 5 Nomor 2 2023 Sumber Maret 2022 Pandemi covid-19 berdampak terhadap perekonomian masyarakat yang bekerja di sektor informal khususnya subsektor transportasi. Penghasilan pekerja di subsektor ini menurun sebesar 56% sehingga sebagian pekerja memilih untuk meninggalkan pekerjaan ini atau beralih ke pekerjaan lain. Kondisi ini mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan rumah tangga, sehingga mereka harus menggunakan tabungan yang ada, melakukan penghematan, dan mengandalkan bantuan khusus penanganan covid-19, bahkan sebagian isteri juga terpaksa harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga Fahlefi et al., 2020. Dampak positif pandemi Covid - 19 terhadap kehidupan sosial budaya dan kearifan lokal dapat membentuk kehidupan harmonis Dampak negatif pandemi Covid -19 terhadap kehidupan sosial budaya dan kearifan lokal menyebabkan seluruh kegiatan keagamaan dan tradisi budaya terpaksa dibatasi untuk mencegah penularan virus tersebut Ketut Susiani et al., 2021. Dampak pandemi COVID-19 pada aspek kesehatan adalah jumlah kasus positif dan kematian yang cukup tinggi serta penurunan cakupan sebagian besar layanan kesehatan; kasus positif COVID-19 cukup tinggi terjadi di wilayah yang merupakan pusat pemerintahan atau dekat dengan pusat ekonomi, Pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Kondisi tersebut berdampak terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi. Perlambatan ekonomi tersebut menyebabkan peningkatan pengangguran, terutama pada sektor usaha mikro dan kecil serta industri rumah tangga, Dampak sosial pandemi COVID-19 ialah adanya peningkatan kemiskinan, dimana peningkatan kemiskinan lebih tinggi terjadi di wilayah yang yang memiliki jumlah keluarga hampir dan rentan miskin tinggi. Aeni, 2021. METODE PENELITIAN Artikel ini menjelaskan secara spesifik tentang tingginya angka perceraian dimasa pandemic covid 19 yang terjadi di Indonesia khususnya didaerah hukum Pengadilan Agama Tangerang. Di mana terdapat beberapa peristiwa krisis ekonomi yang ada di Indonesia dan terjadinya PHK massal yang menyebabkan terjadinya tingkat perceraian 0100000020000003000000400000050000006000000700000020-Mar-2020-May-2020-Jul-2020-Sep-2020-Nov-2020-Jan-2120-Mar-2120-May-2120-Jul-2120-Sep-2120-Nov-2120-Jan-2220-Mar-22Total KasusMeninggalSembuhAktifKasus Baru As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 221 Volume 5 Nomor 2 2023 dikarenakan tidak dapat terpenuhi biaya hidup ketika menurunya angka ekonomi, dan tidak dapat berinovasinya masyarakat untuk dapat menemukan lapangan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama pandemic covid-19. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis yang memanfaatkan data bersumber dari artikel ilmiah dalam Google Scholar, Garuda, Sinta dan jurnal yang dikelola oleh berbagai institusi. Selain itu penelitian ini juga mengambil beberapa informasi tentang aktivitas gerakan mahasiswa yang tersebar di berbagai media online, seperti dan lain sebagainya. Proses penelitian ini dilakukan pertama dengan mengumpulkan artikel ataupun jurnal terkait, dan media online yang relevan kemudian dilakukan analisis secara lebih mendalam. Secara deskriptif, penelitian ini hendak menjelaskan apa yang menyebabkan faktor terjadinya perceraian di masa pandemic covid-19. Data-data penelitian yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterpretasi untuk melihat bagaimana faktor ekonomi dapat menjadi faktor utama terjadinya perceraian. HASIL DAN PEMBAHASAN Perceraian menurut sudut pandang Negara dan Agama Perceraian dalam pernikahan menurut sudut pandang Islam merupakan pintu terakhir ketika tidak ada jalan keluar menyelesaikan problem yang terjadi dalam rumah tangga. Dalam literatur hukum Islam, hukum keluarga dikenal dengan istilah al-ahwâl alshakhsiyyah. Al-Ahwâl merupakan jamak dari alhwâl urusan atau keadaan. Menurut istilah fikih, cerai disebut dengan talak. Talak berasal dari bahasa Arab yaitu kata ithlaq artinya lepasnya suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Kendati di dalam Al-Qur’an tidak terdapat ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukan nya. Walaupun banyak ayat Al-Qur’an yang mengatur thalaq, namun isinya hanya sekedar mengatur bila thalaq mesti terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan. Kalau mau menthalaq seharusnya sewaktu istri itu berada dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti terdapat di dalam beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya Artinya “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar” QS. Thalaq1. Dalam surat at-thalaq ayat 1 ini ditafsirkan dengan menceraikan pada waktu idahnya yaitu menceraikan dengan talak sunnah. Talak berdasarkan waktu menjatuhkannya asalnya terbagi menjadi dua, talak sunnah dan talak bid’ah. Akan tetapi Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan ada jenis talak yang ketiga yaitu talak tidak sunnah dan tidak bid’ah. Maka tatkala seorang suami menjatuhkan cerai kepada istrinya As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 222 Volume 5 Nomor 2 2023 hendaknya dia melihat waktu idahnya, yaitu sebagaimana yang termasuk dalam talak sunnah. Dan ini merupakan dalil bahwasanya jika seseorang marah kepada istrinya, tidak boleh serta-merta dia menceraikan istrinya. Adapun cerainya sah atau tidak, maka ada khilaf di kalangan para ulama sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah, yaitu Artinya “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya” QS. Al Baqarah 232. Dari ketentuan ayat di atas, bahwa perceraian itu halal dilakukan tetapi sangat dibenci oleh Allah SWT. Dalam ayat Al Baqarah 232 di tafsirkan memiliki keterkaitan seputar hukum dan kewajiban suami dalam memperlakukan istri yang di talaknya. Dan pada ayat 232 ini menafsirkan mengenai habisnya masa iddahintiha’. Kemudian pada ayat 232 dijelaskan hukum jika masa iddah istri benar habis, yakni si istri bisa kembali dengan mantan suami melalui akad nikah baru dan bagi wali dilarang untuk menghalang-halangi jika keduanya sama-sama ridlo dengan cara makruf, ataupun si istri bisa menikah dengan pria lain dan bagi mantan suami dilarang untuk menghalang-halangi jika memang sudah terjalin saling ridlo antara mantan istri dengan calon suami barunya Az-Zuhaili & Ibrahim, 2016352-353. Tafsiran ini juga menjelaskan bahwa adat yang berlaku pada zaman jahiliah para wali terlalu mencampuri dengan cara sewenang-wenang soal perkawinan sehingga perempuan tidak mempunyai kebebasan dalam memilih calon suaminya, bahkan mereka dipaksa menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya. Perceraian menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan sumber hukum perkawinan dan hukum keluarga Islam yang mengatur secara lengkap dan modern tentang perkawinan dan perceraian umat Islam yang berakar pada agama Islam. sebenarnya Undang-undang ini jauh lebih sempurna dan lengkap mengenai substansi yang diatur di dalamnya, baik berupa asas-asas maupun norma-norma hukum perkawinan dan perceraian serta kehidupan berkeluarga dalam realitas keberlakuannya dalam masyarakat Muhammad, 201068. Masalah putusnya perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengaturnya dalam Bab VIII Pasal 38 sampai Pasal 41 Tahun 1975 Pasal 14 sampai dengan Pasal 36, dan hal-hal teknis lainnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975. Ketentuan Pasal 38 UU No 1 Tahun 1974 menyebutkan suatu perkawinan dapat putus karena tiga hal, yaitu kematian salah satu pihak, perceraian, dan atas putusan hakim. Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat 1, 2 dan 3, disebutkan pula bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah pengadilan Majelis Hakim tidak berhasil mendamaikan ke dua belah pihak, serta cukup alasan bagi mereka untuk As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 223 Volume 5 Nomor 2 2023 bercerai. Gugatan perceraian dapat diajukan oleh pihak suami atau pihak istri dengan alasan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku Titik, 2008133. Perceraian di Kota Tangerang Selama masa pandemi covid banyak sekali perubahan tatanan sosial pada masyarakat yang menyebabkan sulitnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk masyarakat yang menjadi pengaruh besar terhadap tingkat perekonomian masyarakat, hal ini menyebabkan banyaknya gugatan percerian yang di ajukan pada pengadilan agama, Pengadilan Agama PA Tangerang mencatat, tingkat perceraian di Kota Tangerang sepanjang 2021 sebanyak perkara. Angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 14 persen dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah perkara Rianti, 2022. menurut Irvan yunan seorang Panitera muda permohonan Pengadilan Agama Tangerang, penyebab meningkatnya kasus perceraian di antaranya masalah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus sehingga menyebabkan pihak istri atau suami mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama Tangerang. Terdapat permohonan perceraian yang disebabkan perselisihan dan pertengkaran terus menerus. Selain itu, sebanyak 808 perkara disebabkan faktor ekonomi Fikri, 2022. Gambar 1 Tingkat Angka Perceraian Tahun 2020 Sumber Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tangerang Tahun 2020 Dalam laporan kegiatan tahunan pengadilan agama tangerang tahun 2020 faktor terbesar yang menjadi alasan perceraian adalah perselisihan dan pertengakaran terus menerus dengan jumlah perkara sebanyak perkara, disusul dengan masalah ekonomi sebanyak 6001 perkara dan disebabkan salah satu pihak suami/isteri/meninggalkan salah satu pasangannya sebanyak 405 perkara, sedangkan 405 41 21 12 11 9 8 7 1 2020 PERSELISIHAN EKONOMI SALAH SATU PIHAKKDRT POLIGAMI JUDIMABUK MURTAD DIPENJARACACAT BADAN ZINA/KAWIN PAKSA As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 224 Volume 5 Nomor 2 2023 perceraian KDRT terhitung 41 perkara, poligami 21 perkara, judi 12 perkara, mabuk 11 perkara, murtad 9 perkara, dipenjara 8 perkara, cacat badan 7 perkara, sedangkan zina dan kawin paksa masing- masing 1 perkara. Perekonomian nasional luluh lantah akibat penyebaran virus corona di Indonesia sejak Maret 2020. Secara spasial, perlambatan ekonomi terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia yang banyak ditopang oleh permintaan domestik. Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar PSBB pun dilakukan di 4 Provinsi dan 27 kabupaten/kota. Akibatnya pendapatan masyarakat dan aktivitas produksi terganggu. Pembatasan tersebut menyebabkan konsumsi dan pertumbuhan investasi melemah Menurut Budi Supriyanto Kepala BPS Kota Tangerang selama pandemic covid - 19 yang terjadi di wilayah Kota Tangerang angka kemiskinan di Kota Tangerang bertambah 5,22% selama tahun 2020, di tahun 2020 tercatat sekitar penduduk kota tangerang yang berada di bawah garis kemiskinan dibandingkan angka kemiskinan di Kota Tangerang berjumlah Al Faqir, 2021. Gambar 2 Tingkat Angka Perceraian Tahun 2021 Sumber Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tangerang Tahun 2021 Dalam laporan kegiata tahunan pengadilan agama tangerang tahun 2021 faktor penyebab perceraian yang paling tinggi adalah perselisihan dan pertengakaran terus meerus dengan jumlah perkara sebanyak perkara, kemudian faktor ekonomi sebanyak 808 perkara, dan faktor yang disebabkan karena meninggalkan salah satu pihak sebanyak 278 perkara, faktor penyebab perceraian lainnya seperti adanya KDRT sebanyak 34 perkara, karena poligami 16 perkara, murtad 14 perkara, mabuk 10 perkara, dipidana/dihukum penjara 8 perkara, judi 3 perkara, madat 2 perkara, cacat badan 2 perkara dan zina 1 perkara. Menurut Wali Kota Tangerang, Arief R wismansyah, Angka pengangguran di Kota Tangerang di akhir 2021 menyentuh angka orang atau naik 044% dibandingkan tahun 2020 dengan orang. Pandemi Covid - 19 yang melanda Indonesia sejak dua tahun terakhir sebagai salah satu yang memicu angka pengangguran di wilayah ini karena banyak usaha ekonomi 64% 25% 9% 1% 1% 0% 0% 0% 0% 0% 2021 PERSELISIHAN EKONOMI SALAH SATU PIHAKKDRT POLIGAMI MURTADDIPENJARA JUDI CACAT BADANZINA As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 225 Volume 5 Nomor 2 2023 masyarakat yang tidak berjalan bahkan mengalami kebangkrutan. Mengacu pada data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik BPS Kota Tangerang kenaikan jumlah pengangguran di Kota Tangerang ini dampak dari karyawan yang di-PHK mencapai jiwa, di luar lulusan SLTA yang belum bekerja atau tidak melanjutkan sekolah, peningkatan angka pengangguran di Kota Tangerang tahun 2021, masih lebih sedikit dibandingkan persentase kenaikan jumlah pengangguran di tahun 2019 ke 2020 sebesar 1,49% Fikri, 2021. Pandemi berdampak langsung pada ekonomi keluarga yang menjadi tidak harmonis karena tidak terpenuhinya kebutuhan untuk kehidupan sehari hari,PHK besar besaran yang dilakukan oleh pabrik pabrik serta pemberlakuan PSBB Pembatasan Sosial Bersekala Besar juga membuat angka perekonomian di Indonesia berada pada masa sulit, sulitnya mencari lapangan pekerjaan dalam situasi pandemic covid ini membuat sering terjadinya perselisihan antara suami dan isteri, tidak sedikit pula yang berujung pada perceraian yang dianggap sebagai jalan terakhir karena sudah tidak mampunya kepala keluarga untuk memberikan nafkah untuk isteri dan anaknya, perselisihan merupakan angka paling tinggi dalam indicator perceraian selama tahun 2020 hingga 2021, fenomena kenaikan angka perceraian selama pandemi covid ini juga menandakan bahwa masih kurangnya kepercayaan antara suami dan isteri dalam menghadapi masa sulit, gaya hidup yang tinggi seringkali membuat seseorang tidak bisa menerima kenyataan ketika dalam menghadapi masa masa sulit. Dampak Perceraian Dengan tingginya tingkat perceraian juga memiliki dampak terhadap Psikologis anak, Perceraian berpengaruh pada psikologis anak yang membuat mereka kehilangan cinta dari kedua orang tuanya sehingga membuat salahsatu sebab aspek perkembangan anak akan terhambat. Orangtua yang bercerai, akan berpengaruh pada psikologis anak diantaranya yaitu anak kurang mendapat perhatian, perlindungan dari rasa aman, cinta kasih sayang dari ayah dan ibunya.Hasanah, 2020. Perceraian juga berdampak negatif terhadap kondisi emosi anak dalam masa perkem-bangannya dan tidak jarang sering menunjukkan perilaku-perilaku yang agresif bahkan mungkin ada yang suka berkelahi, atau sebaliknya, mungkin juga ada anak yang pendiam atau sulit bergaul. Anak-anak yang menjadi korban perceraian mengalami masalah karena perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua sudah tidak lengkap lagi Haryanie et al., 2012. Hurlock & 2011 berpendapat bahwa dampak dari perceraian yaitu timbulnya trauma. Biasanya trauma yang dialami dari perceraian lebih besar dibandingkan kematian, karena perceraian yang menimbulkan kekacauan atau masalah menyebabkan timbul rasa sakit dan tekanan emosional sebelum maupun sesudah bercerai. & Keasey, 1985, mempunyai pendapat yang hampir sama yaitu perubahan yang terjadi dalam lingkup keluarga dapat mengakibatkan stres pada orang yang mengalaminya. Tidak jarang masalah atau kekacauan yang terjadi saat perceraian dapat As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 226 Volume 5 Nomor 2 2023 menyebabkan luka secara emosional yang mendalam dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyembuhan. Hurlock & 2011 berpendapat bahwa kehilangan pasangan yang disebabkan karena perceraian maupun kematian akan menimbulkan masalah tersendiri bagi kedua belah pihak. Khususnya bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya akan mengalami kesepian yang mendalam. Wanita yang diceraikan juga cenderung dikucilkan dari kegiatan sosial, sedangkan untuk pria yang menduda akan mengalami kekacauan pola hidup. Namun tidak sedikit wanita dan pria yang bercerai merasa beruntung atas perceraiannya tersebut karena mereka merasa punya kesempatan untuk memulai hidup yang baru. KESIMPULAN DAN SARAN Perceraian dalam pernikahan menurut sudut pandang Islam merupakan pintu terakhir ketika tidak ada jalan keluar menyelesaikan problem yang terjadi dalam rumah tangga. Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 terlihat jelas bahwa putusnya perkawinan karena perceraian adalah berbeda halnya dengan putusnya perkawinan. Pada Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 digunakan istilah cerai talak dan cerai gugat, hal ini dimaksudkan agar dapat membedakan pengertian yang dimaksud oleh huruf c pada undang-undang tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan sumber hukum perkawinan dan hukum keluarga Islam yang mengatur secara lengkap dan modern tentang perkawinan dan perceraian umat Islam yang berakar pada agama Islam. Pandemi berdampak langsung pada ekonomi keluarga yang menjadi tidak harmonis karena tidak terpenuhinya kebutuhan untuk kehidupan sehari hari,PHK besar besaran yang dilakukan oleh pabrik pabrik serta pemberlakuan PSBB Pembatasan Sosial Bersekala Besar juga membuat angka perekonomian di Indonesia berada pada masa sulit, sulitnya mencari lapangan pekerjaan dalam situasi pandemic covid ini membuat sering terjadinya perselisihan antara suami dan isteri, tidak sedikit pula yang berujung pada perceraian yang dianggap sebagai jalan terakhir karena sudah tidak mampunya kepala keluarga untuk memberikan nafkah untuk isteri dan anaknya, perselisihan merupakan angka paling tinggi dalam indicator perceraian selama tahun 2020 hingga 2021, fenomena kenaikan angka perceraian selama pandemi covid ini juga menandakan bahwa masih kurangnya kepercayaan antara suami dan isteri dalam menghadapi masa sulit, gaya hidup yang tinggi seringkali membuat seseorang tidak bisa menerima kenyataan ketika dalam menghadapi masa masa sulit. DAFTAR PUSTAKA Aeni, N. 2021. Pandemi COVID-19 Dampak Kesehatan, Ekonomi, & Sosial. Jurnal Litbang Media Informasi Penelitian, Pengembangan Dan IPTEK, 171, 17–34. Al Faqir, A. 2021. Ekonomi Daerah di 2020 Lumpuh Akibat Penerapan PSBB. Liputan 6. As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 227 Volume 5 Nomor 2 2023 Alghifari, A., Sofiana, A., & Mas’ari, A. 2020. FAKTOR EKONOMI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KASUS PERCERAIAN ERA PANDEMI COVID-19 DALAM TINJAUAN TAFSIR HUKUM KELUARGA ISLAM. 12. Anisa, L. N. 2021. Keluarga, Agama dan Kesejahteraan Studi Kasus Perceraian Pada Masa Pandemi Covid-19 di Kabupaten Situbondo. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 52, 45–61. Ariani, A. I. 2019. Dampak Perceraian Orang Tua Dalam Kehidupan Sosial Anak. Phinisi Integration Review, 22, 257. Az-Zuhaili, W., & Ibrahim, M. 2016. Tafsir Al -Munir/ Wahbah az-zuhaili; Penyunting, Malik Ibrahim Gema Insani. Azimah, R. nor, Khasanah, I. nur, Pratama, R., Azizah, Z., Febriantoro, W., & Purnomo, S. rifda syafira. 2020. Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Sosial Ekonomi Pedagang Di Pasar Klaten Dan Wonogiri. EMPATI Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial, 91, 59–68. Dwina, I. 2020. Melemahnya Ekonomi Indonesia Akibat Covid-19. Program Studi Pendidikan IPS, FKIP Universitas Lambung Mangkurat, 1–5. Fahlefi, R., Ahmad, S., & Rizal, R. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perekonomian Masyarakat Di Sektor Informal. Imara JURNAL RISET EKONOMI ISLAM, 42, 160. Ferdi, F. 2020. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Aktivitas Ekonomi Masyarakat Di Desa Salumpaga, Kecamatan Tolitoli Utara. Geosee, 12, 37–43. Fikri, C. 2021. Pengangguran di Kota Tangerang Capai Orang. Berita Fikri, C. 2022. Imbas Pandemi, Angka Perceraian di Kota Tangerang Naik 14% pada 2021. Berita Garwan, I., Kholiq, A., & Akbar, M. G. G. 2018. Tingkat Perceraian Dan Pengaruh Faktor Ekonomi Di Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure, 31, 79–93. Haryanie, S. W., Dra. Retty, F., & Dra. Wirda, H. P. 2012. DAMPAK PERCERAIAN ORANG TUA TERHADAP EMOSI ANAK Studi kasus pada dua anak yang memiliki orang tua yang bercerai di SDN Gembong I Kab. Tangerang. 100–106. Hasanah, U. 2020. Pengaruh Perceraian Orangtua Bagi Psikologis Anak. AGENDA Jurnal Analisis Gender Dan Agama, 21, 18. Hurlock, & 2011. Psikologi Perkembangan. In Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 228 Volume 5 Nomor 2 2023 Imaduddin, M. A. 2021. Tinjauan Hukum Perceraian Dimasa Pandemi Covid 19. 54, 1246–1259. Ismiati, I. 2018. Perceraian Orangtua Dan Problem Psikologis Anak. At-Taujih Bimbingan Dan Konseling Islam, 11, 1–16. Ketut Susiani, T., Kadek Citra Nopia Ningsih, I., Deniarais Suhanda, F., Putu Intan Camarini, N., & Putu Fitri Handayani, N. 2021. Pandemi Covid-, Dampak Kehidupan Sosial Budaya dan Kearifan Lokal di Bali. Jurnal Bimbingan Konseling Indonesia, 62, 175–184. Latifah Ratnawaty. 2013. Faktor Yuridis Sosiologis Meningkatnya Perceraian Di Kota Bogor. Journal of Chemical Information and Modeling, 539, 1689–1699. Matondang, A. 2014. Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan. Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik, 22, 141–150. Muhammad, A. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti. Prianto, B., Wulandari, N. W., & Rahmawati, A. 2014. Rendahnya Komitmen Dalam Perkawinan Sebagai Sebab Perceraian. KOMUNITAS International Journal of Indonesian Society and Culture, 52, 208–218. Rahmatia, R. 2019. DAMPAK PERCERAIAN PADA ANAK USIA REMAJA Studi Pada Keluarga di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Ramadhani, S. R., & Nurwati, N. 2021. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Angka Perceraian. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat JPPM, 21, 88. Rianti, E. 2022. Angka Perceraian di Kota Tangerang pada 2021 Meningkat 14 Persen. Sahlan, M. 2012. Pengamatan Sosiologis Tentang Perceraian di Aceh. Jurnal Substantia, 141, 88–97. Siburian, B. 2019. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Balige Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity JIREH, 11, 31–39. Titik, T. T. 2008. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional Ed 1. Jakarta Perdana Media Group. & Keasey. 1985. Child Development. In Homewood. Illinois p. 32. Yuni, L. A. 2021. Tingginya angka perceraian di era pandemi. Pengadilan Tinggi Agama Samarinda. As-Syar’i Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga Volume 5 Nomor 2 2023 216 - 229 E-ISSN 2656-8152 P-ISSN 2656-4807 DOI 229 Volume 5 Nomor 2 2023 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Covid-19 has greater impact on people’s lives in all aspects, including economy. The large-scale social restriction policy PSBB implemented by the government has restricted the movement of people from one place to another. Then it is suggested to work from home, study from home, or shop from home. As a result, informal sector businesses particularly transportation sub-sector. This research aims to see the impact of Covid-19 pandemic on the economy of people who work in the informal sector, especially the transportation sub-sector. This research was conducted in Tanah Datar Regency, West Sumatra Province in the second quarter of 2020. The population was public transportation workers and sample was minibus taxi drivers or motor taxi bikers. The data collected through a questionnaire, presented in table form and analyzed descriptively by using statistics. The results show Pandemic Covid-19 affect their income. The income of workers in this subsector decreased by 56% so that some workers chose to leave this job or switch to other jobs. This condition results in unfulfilled household needs, so they have to use existing savings, do savings, and rely on special assistance in handling Covid-19, even some wives have also had to work to help the family HasanahThe purpose of this paper is to know the effect of parental divorce on children's psychological. The method used qualitative research with a case study approach. The subject in this study amounted to one pair by using a purposive sampling technique that is sampling where the researcher has determined the criteria for the research subjects. The results of this study indicate that divorced parents will have a psychological effect on the child including the child receiving less attention, protection, and love from his father and NOR AZIMAHISMI NUR KHASANAHRIZKY PRATAMASHAFA RIFDA SYAFIRA PURNOMOCorona virus Covid-19 is a new virus that spread in 2020, this virus is a new type of virus SARS-CoV-2 whose disease is called Coronavirus Disease 2019 COVID-19. The spread of this virus that is rapidly resulted in social and economic problems occurring almost all over the world, one of them is Indonesia. In Indonesia, almost all areas affected by social and economic change, such as in Klaten Regency and Wonogiri Regency. The aim of this research is to find how the impact of Covid – 19 on social and economic conditions in Klaten and Wonogiri areas. In this study used quantitative method in data retrieval is by spreading questionnaire in 3 market in Klaten and Wonogiri. Data processing of the questionnaire propagation is processed by a descriptive statistical method which then the questionnaire results are processed into data in the form of graphs and explanations. The results showed that with the Covid viral pandemic – 19 This economy experienced a decline especially on market traders who experienced a decrease in turnover and revenue of 50%. Abstrak. Virus Corona Covid-19 merupakan virus baru yang merebak pada tahun 2020, virus ini merupakan virus jenis baru SARS-CoV-2 penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 COVID-19. Penyebaran virus ini yang begitu cepat mengakibatkan terjadinya masalah sosial dan ekonomi yang terjadi hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia hampir seluruh wilayah terdampak pada perubahan sosial dan ekonominya, seperti pada Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana dampak Covid-19 terhadap kondisi sosial dan ekonomi pada wilayah Klaten dan Wonogiri. Pada penelitian ini digunakan metode kuantitatif dalam pengambilan data yaitu dengan menyebar kuisioner pada 3 pasar yang ada di Klaten dan Wonogiri. Pengolahan data dari hasil penyebaran kuisioner diolah dengan metode statistik deskriptif yang kemudian hasil kuisioner diolah menjadi data berupa grafik dan penjelasan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan adanya pandemi virus Covid-19 ini perekonomian mengalami penurunan terutama pada pedagang pasar yang mengalami penurunan omzet dan penghasilan sebesar 50%.Ismiati IsmiatiPerceraian tidak hanya merugikan beberapa pihak yang terlibat, seperti suami, isteri, kedua orang tua dari masing-masing pasangan, dan anak, tetapi juga sebagai perbuatan yang halal tapi dibenci oleh Allah SWT. Ironisnya angka perceraian, khususnya di Aceh dari tahun ke tahun terus meningkat. Anak adalah orang yang paling merasakan dampak dari perceraian orangtuanya. Untuk tumbuh kembang seorang anak membutuhkan kasih sayang dari keluarga legkap yang kondusif. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan pondasi primer bagi perkembangan anak. sebagai tempat bagi anak untuk menghabiskan sebahagian besar waktu dalam kehidupannya. Disaat keluarga mulai terjadi konflik, bahkan orang tua memilih untuk bercerai, maka anak adalah korban pertama yang akan merasakan dampak secara ini angka perceraian baik tingkat nasional, regional Jawa Timur, maupun lokal Kota Malang sangat tinggi. Di wilayah Kota Malang, angka perceraian tertinggi terdapat di wilayah Kecamatan Kedungkandang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemahaman akan makna dan tujuan perkawinan, sebab-sebab terjadinya perceraian, dan komitmen pasangan suami istri dalam mencapai tujuan perkawinan. Penelitian ini menggunakan pendekatan naturalistik dengan wawancara depth interview sebagai metode pengumpulan data. Informan penelitian ditentukan secara snow ball di antara para janda dan duda di wilayah Kecamatan Kedungkandang yang bercerai pada sepanjang tahun 2012. Analisis dan intepretasi data merujuk pada enam langkah analisis sebagaimana dikemukakan Creswell. Temuan penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan penelitian kurang memahami makna dan tujuan perkawinan. Berbagai hal yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga KDRT, perselingkuhan, dan sebagainya, sejatinya hanya merupakan pemicu, namun yang paling mendasar sebagai penyebab perceraian adalah tidak adanya komitmen antar masing-masing pasangan dalam mencapai tujuan the divorce rates both nationally and regionally continues to increase. This is, what happened in the municipality of Malang, where the highest divorce rate is in the district Kedungkandang. This study aims to describe the causes of divorce, and the couples commitment to achieve the goal of marriage. This study uses naturalistic approach with depth interviews as a method of data collection. The research informants were determined through snow ball methods among the widows and widowers in the district Kedungkandang who were divorced in 2012. Analysis and interpretation of data refers to the six-step analysis as presented by Creswell. The findings show that most of the research informants do not understand the meaning and purpose of marriage. Various things are presented as the cause of the divorce, such as economic, domestic violence KDRT, infidelity, and so on, but the most fundamental cause of divorce is the lack of marital commitment between each partner in achieving the goal of marriage. 2013 Universitas Negeri SemarangSalsabila Rizky Ramadhani Nunung NurwatiABSTRAKPandemi COVID-19 atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 SARS-CoV-2 merupakan sebuah permasalahan global yang tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, namun berdampak pula pada sektor perekonomian dan berdampak pada permasalahan kependudukan, salah satunya peningkatan kasus perceraian akibat dari pandemi covid-19. Selama pandemi covid 19, Indonesia mengalami peningkatan kasus perceraian sebesar 5 persen. Tulisan ini merupakan kajian literatur yang bertujuan untuk menganalisis perceraian yang terjadi di masa pandemi COVID-19 dan menghubungkannya dengan teori fungsional struktural. Penulisan artikel ini menggunakan pendekatan studi literatur. Secara umum, faktor penyebab perceraian di masa pandemi ini karena terjadi konflik dan perselisihan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh pertengkaran/perselisihan dan permasalahan ekonomi karena banyak pekerja yang di PHK secara mendadak, sehingga keuangan keluarga menjadi tidak stabil. Mayoritas istri mengungkapkan bahwa alasan utama yang melatar belakangi terjadinya perceraian yaitu faktor ekonomi dikarenakan Suami tidak mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar keluarga dikarenakan jumlah pendapatan yang kurang muncukupi. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan interaksi dan komunikasi yang baik di tengah persoalan atau konflik yang menimpa pasangan suami istri untuk mencegah terjadinya perceraian serta suami istri harus dalam satu frekuensi saat menyelesaikan masalah supaya tercipta keharmonisan dalam keluarga ABSTRACTThe COVID-19 pandemic or severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 SARS-CoV-2 is a global problem that not only affects the health sector, but also affects the economic sector and has an impact on demographic problems, one of which is an increase in divorce cases as a result of the pandemic. covid-19. During the Covid 19 pandemic, Indonesia experienced an increase in divorce cases by 5 percent. This paper is a literature review that aims to analyze divorce that occurred during the COVID-19 pandemic and relate it to structural functional theory. Writing this article using a literature study approach. In general, the causes of divorce during this pandemic are due to conflicts and disputes in the household which are caused by quarrels / disputes and economic problems because many workers are dismissed suddenly, so that family finances are unstable. The majority of wives reveal that the main reason behind the occurrence of divorce is economic factors because the husband is unable to meet all the basic needs of the family due to the insufficient amount of income. Therefore, good interaction and communication is needed in the midst of problems or conflicts that befall a married couple to prevent divorce and husband and wife must be in one frequency when solving problems in order to create harmony in the familyBernhardt SiburianThe objective of this research is to know dominant factors which evoke Christian married couple divorce based on finding of Balige State Court in 2107 in efforts prevention by church for the people of Toba Samosir. This research use descriptive qualitative approach with documents analysis method. Data analysis carried out by doing interpretation the result of qualitative data analysis, after act of ranking grades and percentage be done. The act of data analysis is done since team of researcher start doing data classification coding within effective reading. Data interpretation is done by two stages, first interpretation of each data item and second, interpretation of all data. The result of data interpretation indicate insufficient family financial factor occupy in the highest sequence, which causing constantly dispute and no hope for living in harmonious anymore. The result of this research, then, posses coherence with Chapter 19 Government Regulation No. 9/1975 regarding Law Implementation No. 1/1974 and base theories of married couple experts. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang menyebabkan perceraian berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Balige tahun 2017 dalam upaya penanggulangan yang dilakukan oleh gereja bagi masyarakat Toba Samosir. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode analisis dokumen. Analisis data dilakukan dengan menginterpretasikan hasil analisis data kualitatif, setelah penyusunan persentase dan ranking dilakukan. Tindakan analisis data dilakukan sejak para peneliti mulai melakukan klasifikasi pengkodean melalui pembacaan efektif dokumen. Kemudian peneliti akan melakukan interpretasi data dengan dua tahap, yaitu interpretasi data setiap item dan interpretasi keseluruhan data. Hasil interpretasi analisis data menunjukkan bahwa faktor keuangan yang tidak mencukupi menempati urutan tertinggi, yang menyebabkan pertengkaran yang terus-menerus dan tidak ada harapan hidup rukun lagi. Dengan demikian hasil penelitian ini memiliki koherensi dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan juga landasan teori-teori para ahli. Andi Irma ArianiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengkaji, dan menjelaskan i Penyebab terjadinya perceraian, ii Dampak perceraian orang tua dalam kehidupan sosial anak. Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, dimana peneliti cenderung memilih informan secara variatif berdasarkan alasan, yang jumlahnya adalah 30 orang dari 7 keluarga. Informan pendukung pada subjek penelitian ini adalah pasangan suami isteri yang bercerai usia 20-56 tahun, anak usia 6-22 tahun, orang tua/mertua usia 60-70 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa i Penyebab terjadinya perceraian dalam kehidupan sosial anak adalah hancurnya hubungan rumah tangga pasangan suami isteri yang menyebabkan perceraian dipicu berbagai macam sebab, diantaranya tidak harmonisnya hubungan suami isteri dari segi pemenuhan kebutuhan biologis, persoalan prinsip hidup yang berbeda, perbedaan penghasilan dalam peningkatan kesejahteraan hidup, adanya perselingkuhan, yakni Pria Idaman Lain PIL dan Wanita Idaman Lain WIL sebagai pihak ketiga perusak hubungan rumah tangga, perbuatan-perbuatan yang melanggar peran dan fungsinya masing-masing sebagai suami atau isteri, seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga KDRT dan adanya pengaruh dukungan sosial dari pihak luar. ii Dampak perceraian orang tua dalam kehidupan sosial anak adalah kenakalan remaja, stress, phobia, sedih dan bingung menghadapi masalah yang ada, tidak mampu mengungkapkan perasaan, adanya perasaan kehilangan orang tua, daya imajinatif berkurang, kurang percaya terhadap pasangan bagi yang dewasa, dan kurang percaya diri baik dilingkungan sekolah maupun tempat Agama dan Kesejahteraan Studi Kasus Perceraian Pada Masa Pandemi Covid-19 di Kabupaten SitubondoL N AnisaAnisa, L. N. 2021. Keluarga, Agama dan Kesejahteraan Studi Kasus Perceraian Pada Masa Pandemi Covid-19 di Kabupaten Situbondo. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 52, Al -Munir/ Wahbah az-zuhailiW Az-ZuhailiM IbrahimAz-Zuhaili, W., & Ibrahim, M. 2016. Tafsir Al -Munir/ Wahbah az-zuhaili;
This article was originally published by The Lawyer's Daily on August 21, 2019, part of LexisNexis Canada April 2019, the Conservative government of Ontario announced its plans to repeal the Compensation for Victims of Crime Act in the 194-page bill tabled as part of the Finance minister’s budget measures. Bill 100, titled the Protecting What Matters Most Act, would also dissolve Ontario’s Criminal Injuries Compensation Board, the tribunal that has awarded financial assistance to victims of crime since 1971. The government claims that by doing so, they can save up to $30 million annually starting in 2021-2022 and re-invest $6 million a year in victim services such as the Civil Remedies Grant Program. Previously, the Compensation for Victims of Crime Act allowed for lump-sum payments of up to $25,000 or monthly payments of up to $1,000 to compensate victims of crime for medical and therapy expenses, funeral and burial expenses, legal expenses, loss of income or support, as well as pain and suffering. Effective May 29, the total available funding for one victim is increased to $30,000 but compensation for pain and suffering is capped at $5,000. This cap applies to any decisions rendered by the board on or after May 29, 2019. The amendment prohibiting the board from accepting new applications is not yet in force. For most cases, the increase in awards to $30,000 is unattainable. In reality, most victims will never benefit from the increase in light of the $5,000 cap on compensation for pain and suffering — the category where the board had the most discretion to consider the impact of the crime. According to the board’s 2017-2018 annual report, compensation for pain and suffering accounted for 95 per cent of its payments that year. Notably, pain and suffering accounted for approximately $33 million of the 3,569 claims the board paid out that year. If each of those cases resulted instead in a maximum payment of $5,000, the board would have paid out less than $18 million. Needless to say, the maximum is usually set aside for the most catastrophic incidents. The money that will be saved comes in large part from the Consolidated Revenue Fund, which is paid in part by fine surcharges imposed under the Provincial Offences Act and the Criminal Code. Pursuant to the Victims’ Bill of Rights, these funds are meant to be used to assist victims of crime. Compensation provided by the board has always been limited. As a result, an application to the board has long been a last resort for survivors of violent crimes. Nevertheless, a sudden and dramatic reduction in victim compensation is more likely to harm the very people the province purports to help. The board’s claimants are primarily vulnerable individuals living in poverty, many of whom are women. Removing financial assistance to victims is likely to increase their reliance on the health care system and other provincially funded social services. The province is also replacing the board with an administrative model. Instead of having to appear before an adjudicator, claimants will submit their documents to an administrative body that will then process the claims and issue the payments. Their goal is “to provide support to victims in a timely and compassionate manner.” This will bring Ontario’s approach to victim compensation in line with other Canadian provinces as an administrative model rather than an adjudicative system. According to former Attorney General Caroline Mulroney, the board was ineffective, as applicants would often wait up to three years to receive their compensation award. This view was based on a 2007 ombudsman’s report that no longer reflects reality. Last year’s annual report showed an average turnaround time of 374 days. In the civil law system, these same claims can take several years. Although an administrative model may in fact lower costs and allow for more efficient processing of claims, it is also possible that such a model will create a bureaucratic system that replaces the board’s victim-centred and trauma-informed approach with impersonal, rigid procedures that make decision-making slow. If efficiency and cost-effectiveness is the goal, a solution should be possible without scrapping the whole system. After all, the board has been available to mitigate unfairness and fill the gaps in our criminal and civil justice system by offeringThe criminal justice system is designed to convict criminals; it is not designed to help victims. Immediate financial compensation assists victims in practical ways and assures victims that they are valued members of society. It is not clear how the new scheme will compare to the board as no details of this scheme have yet been released. Many questions remain unanswered. Who has or is being consulted in this decision to disband the board? What will this new administrative model look like and how will it function? How will the claims be assessed? What criteria will be used? Will the individuals administering this new scheme have any legal training or understanding of the impact of trauma on applicants? Will applicants be required to make police reports? Must the perpetrator be convicted of the crime underlying the application? Will the survivors still be able to access funding for other categories of expenses? To date, all we know about this new scheme is that victims will now get significantly less compensation and will no longer have their cases heard before an impartial adjudicator. This is no surprise in light of other recent decisions by the provincial government. These include cuts to funding for Legal Aid Ontario, cuts to legal aid for immigrants and refugees, cuts to social assistance and supportive housing and a lower-than-hoped increase in funding for rape crisis Bakhtiary is a lawyer at Osler, Hoskin & Harcourt LLP and an executive member of the Ontario Bar Association's Young Lawyers Division.
Abstract Memahami masalah sosial sangat penting bagi mereka yang bergerak di bidang social entrepreneurs. Dengan memahami keluasan serta kedalaman masalah, maka kita akan terbantumenemukan peluang-peluang untuk aksi penanganan baik yang sifatnya pencegahan, penyelesaian, atau pengembangan. Penyebab masalah sosial sangatlah kompleks merentang dari dimensi yang terkait dengan pola tingkah laku, pola interaksi, Perubahan dan konflik nilai, sampai yang diakibatkan oleh situasi ketidakadilan, pengabaian terhadap hak-hak asasi manusia, serta kerusakan ekologis yang berbagai masalah sosial yang semakin kompleks baik dari penyebab maupun akibatnya, diharapakan muncul para wirausahawan sosial yang mampu menyumbangkan ide dan aksi untuk masalah-masalah yang selama ini dianggap tidak terpecahkan. Dibutuhkan rumusan-rumusan model kreatif dalam upaya pemecahan masalah sosial yang sebelumnya hanya didekati dengan cara-cara konvensional yang dicirikan dengan penerapan model-model kuratif, orientasi proyek jangka pendek, pengawasan implementsi yang lemah sehingga penuh ketidakkonsistenan antara tatanan ide dengan implementasi, dan tidak mampu memunculkan kesadaran kolektif masyarakat bahwa mereka adalah aktor utama Perubahan. Sering pula terjadi pihak-pihak yang memiliki otoritas baru melakukan upaya pencegahan atau penanganan masalah setelah terjadi kerusakan yang para wirausahawan sosial, keadaan seperti demikian sebaiknya dilihat sebagai peluang untuk menciptakan model-model jitu diluar pendekatan biasa yang tidak menyelesaikan masalah atau bahkan hanya seolah-olah menyelesaiikan masalah. Saat ini banyak masalah sosial di Indonesia yang perlu menjadi perhatian baik itu yang bersumber dari disfungsi sosial individu, keluarga, atau disfungsi kelembagaan dan organisasi termasuk lembaga-lembaga pelayanan sosial dan publik.